Laporan Progres dan Perayaannya | Magnum Opus bag. 2
![]() |
Rombongan yang jam 21.00 baru keluar lab |
Hai, setelah sekian lama akhirnya aku menulis sekuel dari artikel ini. Jedanya cukup lama, ya Bun... Ehehe tapi gapapa semua momen wajib kuabadikan dalam bentuk tulisan agar bisa dibaca sewaktu-waktu. Fokus tulisan ini adalah tentang rentetan kejadian setelah sempro. Uniknya, di saat-saat hectic seperti ini sempat-sempatnya aku mengalami proses mengenal diriku di sisi yang lain. Alasan mempertaruhkan progres hanya untuk sebuah agenda yang disebut orang zaman sekarang sebagai "self-reward".
Life After Sempro
Sejujurnya progres skripsiku memang cukup terhambat. Setelah sempro kemarin, aku langsung mengalihkan fokus ke organisasi yang kebetulan sudah sampai di ujung periode. Dimulai dari menghadiri Muktamar IPM di Medan sebagai Peserta pada bulan Agustus, kemudian Musyawarah Wilayah IPM DIY pada bulan Oktober, hingga akhirnya Musyawarah Daerah IPM Jogja di November. Sangat padat dan susah untuk mencicil melanjutkan penelitian sampai akhirnya tiba masa KKN yang mana aku menjadi Ketua Unit (huh). KKN dilaksanakan di Januari - Februari 2024, yang maknanya agendaku benar-benar beruntun sampai akhirnya penelitianku baru bisa fokus dilanjutkan lagi pasca KKN, kira-kira Maret lalu. Itu pun masih terikat idealisme pribadi yang ingin menjadi asprak di setiap semester. Sehingga untuk memenuhi hajat tersebut, bergabunglah aku di asisten praktikum Pemrosesan Bahasa Alami (PBA/NLP) dan Penglihatan Komputer (Computer Vision).
![]() |
Bonus meme dlu |
Penelitian terus berlanjut hingga akhirnya aku menemukan kegelisahan. Akankah skripsiku dapat selesai cepat? Karena sebagai anak pertama, ada aja pressure dari orang untuk lulus cepat. Terlebih sekarang statusku adalah anak dari "orang" (if you know, you know), malu dong kalau lulus terlambat. Mungkin kalau aku bukan dari keluarga yang "seperti itu" dan lulus tepat 4 tahun atau agak telat (naudzubillah), psikisku kayaknya bakal lebih biasa aja. Ehehe... tapi takdir berkata lain. Kalau ga mau dicuekin sama orang rumah, berarti kudu bisa memenuhi ekspektasi mereka. Setidaknya itu yang kupikirkan saat ini. Akhirnya kuputuskan untuk mencari tanggal wisuda di kalender akademik. Di titik ini aku sadar aku hampir terlambat untuk sekadar mencari informasi dan timeline kegiatan. Saat itu aku melihat jadwal terdekat adalah Mei. Namun aku sadar diri agaknya kerjaanku belum selesai di bulan Mei. Kemudian ada wisuda Agustus dan November. Dengan modal nekat dan semangat akhirnya aku putuskan untuk memasang target wisuda di bulan Agustus.
Sebuah Ajakan
Apakah penting menetapkan deadline skripsi agar dapat mengikuti jadwal wisuda Agustus? Tentu, apalagi untuk seorang high achiever sepertiku. Salah satu alasan kuat aku menetapkan ingin ikut wisuda Agustus adalah sebuah pesan iMessage dari kakak kelas yang mengajak nonton konser... Sebelum itu aku sebenarnya pernah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak join di konser manapun setelah CRSL #4 (Oktober 2023) sebelum selesai S1.
![]() |
iMess dengan Mbak Inas |
Kakak kelasku itu namanya Mbak Inas. Suatu hari di bulan Desember 2023 Mbak Inas mengajakku ke festival musik lokal "Cherrypop Festival" yang akan diadakan Agustus 2024. Dengan lineup Cherrypop yang mantap (dan berisikan band-band lokal kesukaanku) itu, siapa sih yang tidak tertarik? Apalagi akan ada temannya?! Awalnya aku ragu karena takut skripsiku ga selesai karena udah terlanjur berjanji seperti di awal. Setelah memikirkan ajakan tersebut, aku pun setuju untuk ikut dan jadilah motivasiku selesai skripsi berubah. Yang mulanya "agar tidak didiemin orang rumah" menjadi "agar bisa nonton Cherrypop dengan tenang". Tiket pun terbeli dua buah :D
Ganti Metode dan Algoritma Penelitian
Deadline wisuda sudah dapat, self-reward juga telah diamankan. Kugarap kerjaanku dengan semangat demi konseran itu. Di artikel Magnum Opus bag. 1 agaknya aku pernah bercerita tentang berkali-kali berganti topik penelitian. Itu terjadi lagi kini disebabkan aku merasa ragu dengan algoritma yang kupilih. Ketika proposalku disetujui untuk dilanjutkan ke tahap penelitian, aku bergegas mengeksplor referensi yang berkaitan dengan judulku. Selain itu aku diminta dosen pembimbing untuk mencari referensi kode program yang kiranya bisa dikembangkan untuk penelitianku. Singkat cerita, aku menemukan tutorial dan referensi yang amat mirip dengan konsep diinginkan. Jadi aku perlu banyak berusaha di pengembangan datasetnya "saja".
![]() |
Kira-kira begini gambaran setup mejaku di Lab SC kalau lagi skripsian |
Ketika aku mencoba menerapkan tutorial tersebut, muncullah sebuah pemicu yang membuatku mengambil langkah untuk berganti metode. Bermula dari kesusahan meng-install package malah berujung ngide cari metode lain saking "ambisius"-nya. Alasan kedua adalah aku pernah mempelajari algoritma ini ketika mengikuti Studi Independen di semester 5 dan 6. Kan sayang ya kalau ternyata ilmunya tidak diterapkan untuk tugas akhir. Jadi bisa dibilang alasan mayorku untuk mengganti metode adalah "kemakan gengsi" ahahaha. Alumni Orbit dan Bangkit nih, ya kali masih yang biasa kalau bisa berusaha lebih? (waduh ampunnn takut dirujak techbro dan techsis π). Bercanda. Tapi serius.
Sempat ragu apakah diperbolehkan tiba-tiba ganti metode dan berbeda dengan apa yang di-sempro-kan dahulu kala. Keraguan ini muncul karena di daftar revisi saat seminar kemarin, aku memang sempat diminta dosen penguji proposal untuk mengganti judul agar lebih ringkas. Namun masalahnya sekarang adalah kalau ganti metode, benar-benar berbeda dengan apa yang ditulis di proposal, kan memengaruhi judul dan isi juga. Apakah aku perlu sempro ulang? Syukur alhamdulillah Bu Dewi, pembimbingku yang cantik itu menjawab, "tidak perlu, Mbak. Karena kan tema pokoknya sama yakni sistem tanya jawab." Oke, akhirnya di Maret 2024 aku putuskan untuk mengganti haluan dari algoritma Long Short Term Memory (LSTM) menjadi Bidirectional Encoder Representations from Transformer (BERT). Meski sama-sama bagian dari deep learning, keduanya berbeda dalam konsep eksekusi. Ketika sudah benar-benar mantap dan settle, alhasil aku perlu mencari jurnal referensi tambahan tentang BERT. BERT ini juga tantangan buatku karena statusnya algoritma ini baru lahir 2018, yang maknanya termasuknya baru. Ga heran kalau referensi berbahasa Indonesia yang didapatkan pun terbatas, hampir semuanya jurnal berbahasa Inggris. Gapapa, yang penting aku merasa puas dapat mengamalkan ilmu dari MSIB-ku.
![]() |
Mau ga mau nulis ulang dengan konsep penelitian terbaru |
Distraksi Menyenangkan
Di suatu hari yang cerah, datanglah sebuah notifikasi WhatsApp. Ada ajakan lagi dari seorang teman, Hanif namanya, sambil melampirkan pamflet event dari sesosok musisi yang sudah kugandrungi sejak 2019, Hindia! Foto Hindia yang sangat besar dan teks besar bertuliskan "DEFRAG" menarik perhatianku. Sempat agak kecewa dengan tanggalnya karena diadakan di bulan April. Kecewa karena itu ada di tengah-tengah timeline skripsiku. Mana programku masih error, semakin dilema apakah halal bagiku menonton pertunjukan tunggal Hindia itu. Yah, ujung-ujungnya aku tetap checkout tiket tersebut wkwkw.
Nah, kuakui aku melemah di titik ini. Aku melanggar janjiku sendiri dan malah menurunkan standar. Yang tadinya ga mau senang-senang sebelum selesai S1, eh turun level dikit standar progres skripsinya minimal sudah finalisasi sistem, karena rencana awal setelah konser aku sudah mulai bisa uji validitas dan selesai penulisan naskah. Syarat yang kutetapkan sendiri agar dapat menonton DEFRAG adalah sistem skripsiku sudah harus selesai sebelum tanggal 21 April. Funfact, Bu Dewi mendukungku nonton Hindia... AHAHAHA. Singkat cerita, aku beneran pergi ke DEFRAG. Ketika di venue, jujur rasanya agak merasa bersalah dengan diriku sendiri. Tapi sekelebat selalu muncul pikiran "udaah gapapaa... kapan lagi Hindia manggung sendirian. Apalagi band pembukanya Perunggu!" Hehehe... Rp250.000 untuk 2 jam, 25+ lagu, plus 5-6 lagu Perunggu sangat worth it! Apalagi hampir di semua lagu aku ikut singalong dan teriak-teriak.
![]() |
Aku suka semua visual grafis di konser DEFRAG kemarin :) |
Oleh-oleh dari DEFRAG
Sebenarnya enggak ada oleh-oleh yang sangat spesial dari DEFRAG waktu itu selain fancam Hindia dan Perunggu. Masih ada rasa bersalah dan kurang puas sebab masih punya tanggungan skripsi yang belum selesai (dan anehnya aku tetap mengidap PCD/post concert syndrome!?!). Namun ada pelajaran yang kuambil berkat nonton konser. Hal ini nggak akan diajarkan oleh orang tuaku (haha!), jadi kuanggap ini adalah salah satu fase mengenali diri sendiri. Mulai hari itu semua self-reward yang berbentuk singalong bersama penyanyi aslinya (read: nonton konser) kumasukkan ke dalam definisi dari "perayaan". Sehabis DEFRAG, aku segera mengenali bahwa diriku akan menjadi nekat untuk suatu hal yang kusukai. Nekat mendatangi hajatan musisi favorit dari menyisihkan penghasilan demi mendukung karya mereka adalah hal terbaik yang kualami di usia mudaku. Entah aku akan mengajarkan hal ini ke adekku atau enggak, jujur aku masih berpikir dua kali wkwkwk. Entah akan melakukan kenekatan apa lagi setelah ini, yang jelas jangan sampai keluar dari koridor agama dan value keluarga.
![]() |
Pinjem setlist dari couple yang minta tolong ke aku untuk difotoin |
Dalam konteks nonton konser, aku memilih untuk datang ke hajatan musisi yang kukenal dengan tujuan mendukung karya-karyanya yang sudah menemani hari-hari berjuang selama ini. Hahaha alasan yang terdengar sok puitis, tapi nyata adanya. Karena, menurutku membeli tiket-tiket festival yang ternyata tidak murah itu agak sia-sia kalau enggak ngerti siapa yang nyanyi dan apa saja karyanya. Hal ini secara tidak langsung membentuk sebuah filter buatku untuk tidak FOMO dan boros. Bayangin kalau misal nonton konser/festival hanya karena FOMO, berarti kan hampir semua acara di-gas kapanpun dan di manapun itu. Hal ini menyusahkanku jika ingin membuat target perayaan berdasar event terdekat. Dengan kata lain, supaya tidak boros dan ketagihan nonton konser sih. Hehehe. Untuk saat ini aku hanya bisa menjangkau acara yang lokasinya masih satu kota. (alias jangan sampai ke luar kota, belum berani!). Lalu gimana kalau enggak ada event terdekat? Ya sudah, maknanya membuka peluang mengenal kegiatan-kegiatan lain yang bisa didefinisikan sebagai "perayaan". Opsinya masih banyak...
Tentang Perayaan dan Perencanaan
Di paragraf sebelumnya, aku bilang bahwa konser adalah perayaan. Perayaan yang kuagendakan setidaknya untuk diriku sendiri. Bagiku, dengan prinsip seperti ini aku jadi semakin menghargai setiap progres besar yang sudah dikerjakan dengan merayakan diri sendiri atas karya dan karsanya di hari-hari berat kemarin. Nonton konser ini adalah salah satu penemuan terbaikku tentang definisi "perayaan". Seru ga sih kalau dua momen dijadikan satu acara? Acara dengan tema "merayakan sesuatu". Kita merayakan progres atas karya-karsa yang kita buat. Seniman favorit turut menyuarakan karya-karsa yang mereka buat. Dan akhirnya kita bersenang-senang bersama. Kurasa dengan kerangka berpikir ini, kuusahakan setiap perayaan yang kudatangi adalah momen berharga dan berfungsi sebagai pengingat dari kekerenanku menjalani dunia yang mbuh ini.
Apakah aku menyarankan metode perayaan ini untuk tiap-tiap jiwa yang sedang berjuang dengan ke-mbuh-an dunianya masing-masing? Kurasa hal ini bisa dicoba. Ga melulu soal event konser. Kalau ga suka konser, carilah kegiatan yang punya waktu pelaksanaannya pasti. Tidak harus kegiatan besar dan bergengsi juga, sekadar ikut pelatihan atau merayakan hari spesial (misal ulang tahun) bisa juga dijadikan target acuan milestone progres. Setelah dipikir-pikir, pada intinya adalah perencanaan ga sih? Perencanaan sih bikin yang pasti-pasti aja. Meski di atas rencana kita masih ada rencana Allah, pastikan jangan tertinggal satu detik pun untuk berproses menuju perwujudan rencana-rencana tersebut.
![]() |
Contoh manusia yang sedang "mbuh" |
Bagian Akhir Cerita
Alhasil setelah bulan April, aku melanjutkan proyek skripsiku. Alhamdulillah selesai juga dengan timeline yang amat sangat padat demi mengejar wisuda Agustus. Namun namanya juga rencana manusia, hierarkinya masih di bawah rencana Allah. Sehingga jadwalku sidang adalah dua hari setelah penutupan pendaftaran yudisium untuk wisuda Agustus. Bagian ini ga kuceritakan detail di sini, enaknya di part baru sih. Tapi gapapa, spoiler dikit alhamdulillah pendadaranku selesai di tahun ke 3,75 berkuliah. Nyaris pas 4 tahun. I did a great job! Saatnya pukpuk kepala dan pundak sendiri. Saatnya persiapan ke perayaan-perayaan selanjutnya :D Saatnya Hindia sama Perunggu harus bangga sih punya penggemar kayak aku. Karena mereka kujadikan motivasi untuk tetap bertahan dengan skripsi yang kuberi nama Magnum Opus itu. WKWKW bercanda, sayang ❣️
Komentar
Posting Komentar