Kata Siapa Jadi Koor Kerjanya Cuma Nyuruh-nyuruh Doang?




"Selamat menutup hari Senin," kataku pada diriku sendiri.

Senin, hari pertama dalam hitungan satu pekan, setidaknya dalam kalenderku. Harusnya hari Senin diisi dengan segala macam aktivitas yang sudah direncanakan sejak raga rehat dari hiruk-pikuknya kehidupan dunia Sabtu lalu. Agak lain denganku. Hari Senin, Senin pekan ini lebih tepatnya, kegiatanku tidak sebanyak apa yang bisa kubayangkan. Iya, di bayanganku cukup banyak kegiatan yang sekiranya harus dituntaskan. Tapi realitanya hanya klumbrak-klumbruk koyo kum-kuman anduk kalau kata Abah Lala. 

Entah apa yang membuatku merasa amat capek akhir-akhir ini. Bukannya aku pure ga tau alasannya. Lebih tepatnya adalah "entah bagaimana cara menyelesaikan tanggung jawab yang membuatku capek ini". Ternyata, posisi yang pernah aku penasaran soal rasanya sangat-sangat melelahkan. Menjadi koordinator dari sebuah divisi tidak semenyenangkan itu ya? Kenapa gaada yang ceritakan ini ke aku? Why? "Ah enak jadi koor cuma nyuruh-nyuruh doang," kata seseorang. Kadang dengan intensi bercanda, kadang serius. Tapi masa bodo soal dua persetan itu, intinya menjadi koor adalah ga sesimpel "katanya"!

Jujur ya, setelah merasakan jadi koor, aku lebih memilih untuk menjadi anggota sih. Mengerjakan tugas yang diberikan atasan, kalau sudah, tinggal submit menunggu revisian. Kupikir itu lebih mudah dan menyenangkan dibanding menjadi koordinator suatu divisi. Kurang lebih menurut pengalamanku, tugasnya koordinator itu:

  1. Mengenali anggota tim, minimal sampai ngerti background kesibukannya apa aja
  2. Membentuk bonding yang bagus demi tim yang solid
  3. Memikirkan konsep, arah, dan tujuan untuk panduan anggota
  4. Memberikan tugas kepada anggota dan memantau progresnya, diusahakan sama rata baik dari kuantitas maupun bobotnya
  5. Menjalin hubungan dengan tingkatan yang setara/di atasnya. Dalam hal ini berarti sesama koor dan ketua.
  6. Memberikan perbaikan terhadap pekerjaan anggota
  7. Memberikan solusi pada anggota jika dia mengalami kesulitan/stuck
  8. Mem-backup pekerjaan anggota yang tidak tuntas/tidak diambil
  9. Menjawab pesan dengan cepat dan tanggap
  10. Mengevaluasi kinerja tim, anggota, dan diri sendiri
  11. dll. (kalau ada)

Gila kok banyak banget... Yaa itu sih sepuluh poin pengamatanku selama menjadi koordinator. Baik koor dalam kepanitiaan maupun organisasi. Jujur capek banget, dimana bagian paling capeknya adalah yang nomor 9. Aku paling males kalau harus gercep soal balas chat yang berbau pekerjaan, kecuali kalau sedang mood dan excited. Padahal anggotaku menunggu feedback dari koornya supaya bisa melanjutkan tugas. Tapi malah akunya yang ke mana-mana sampai akhirnya menghambat pekerjaan itu sendiri.

Ada lagi poin paling menyebalkan selama aku menjadi koor: ketika tau bahwa kamu dan anggotamu enggak klop. Udah berusaha membangun bonding yang baik, tapi lihat, sama saja tidak ada respek yang ditunjukkan anggota ke aku selaku koornya. Meski aku berusaha sekeras mungkin, selama dia (atau mereka) ga se-excited aku, jelas semangatku auto luntur. Merasa tidak becus jadi koor dan tidak pantas memimpin tim karena tidak ada yang mau mendengarkan. Kadang bergerak sendiri juga enggan karena harapanku bisa berjalan bareng teman-teman se-divisi. Nyatanya akhirnya aku sendiri yang bergerak. Persetan dengan apa kata anggotaku, ketika diajak diskusi pun hanya "iya-iya" aja, tidak menunjukkan minat dan hanya menunggu arahan. Asli, part ini akan menjadi part ternyebelin ketika menjadi koor, karena secapek itu :"

Yang jelas, ada satu pelajaran yang kudapat berkat menjadi koordinator atau pemimpin. Ketika aku dipasrahi menjadi pemimpin/koordinator, rasanya aku mendapat kesempatan untuk bisa mengenali diriku sendiri lebih dalam. Bahwa ternyata aku bisa menjadi makhluk yang bebas, yang bisa memiliki banyak pilihan. Aku bisa menentukan dengan siapa cocok kuajak berinteraksi, karakter manusia seperti apa yang harus kuhindari, lingkungan kerja seperti apa yang bisa kutoleransi, dll. Mataku amat sangat terbuka karena menemukan hal-hal di "blinding spot" yang ternyata ga akan terkuak kalau aku ga peka terhadap sekitar. Salah satu caranya ya dengan menjadi pemimpin ini. Aku jadi peka terhadap segala hal yang mungkin ga pernah kupikirkan kalau ga jadi pemimpin.

Menjadi koor itu ga cuma soal nyuruh-nyuruh aja. Menurut pendapat dan sepengalamanku, ada beberapa tanggung jawab lain yang idealnya harus dituntaskan, minimal dicicip sedikit deh. Dan jujur, berat banget, apalagi buat aku yang orangnya sering ga mau repot. Tapi di satu sisi, aku berterima kasih kepada orang-orang yang mempercayakanku untuk memegang posisi tersebut. Terima kasih karena sudah membantuku mengenal diriku lebih dalam lagi. Terima kasih karena sudah menganggap aku mampu. Terima kasih karena sudah memilihku menjadi partner kalian dalam bekerja. Intinya, terima kasih :) 

Tinggal sisa satu pertanyaan dari aku untuk aku. Gimana, mau membangun atau menghancurkan?


Yogyakarta, 26 September 2022

Komentar

  1. This is the first time aku ngunjungin blog mu, Dan apa yang tertuang disini sangat mewakili apa yang kita rasakan menjadi koor Departemen, Dituntut harus memahami dan mengenal orang baru itu bner² capek, salah satu hal yang sebenernya tidak ingin ku lakukan selama menjabat sebagai koor, kita harus tau karakter mereka,deketin diri sama mereka biar ada chemistry,biar kompak, biar solid, biar ini biar itu dan masih banyak bla bla lainnya, tapi semua itu dah usai, Dan nggak harus pake topeng lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh hi, halo! Sayang sekali dikirim dari anonim :( jadi ga tau deh ini siapa. Tapi gapapa terima kasih udah menyimak smpai akhir.

      Haha ya begitulah dinamika ngatur orang, yang notabene juga belum terlalu dekat sehingga kadang ngerasa ga enakan mau ngasih tugas. Gapapa, akhirnya jadi ada pengalaman, kan? Tetap semangat!

      Hapus

Posting Komentar

BACA JUGA TULISAN YANG LAIN👇