Buah Tangan dari Makkah


Buatku, buah tangan dari Makkah ga melulu tentang cokelat atau kacang arab. Bisa jadi buah tanganku buatmu adalah suatu buah pikir yang mungkin berguna. Mungkin, lho.

---
Diam-diam aku pengen bisa peka terhadap sekitar. Mengkritisi hal-hal kecil maupun besar, nampak atau tak kasat, penting atau ga penting. Kan ada mahfudzhat "جَرِّبْ وَلاَحِظْ تَكُنْ عَارِفًا " yang artinya "Cobalah dan perhatikanlah, niscaya kau jadi orang yang tahu". Cuman aku ga mau jadi orang yang segalanya dikritisi tapi omongannya ga berkuantitas. Ga guna. Capek jiwa :v

30 Desember 2018 (kalo ga salah) aku, Abi, dan adikku lagi nungguin shalat Dzuhur di Masjidil Haram. Lebih tepatnya di lantainya yang paling atas (aku nyebutnya rooftop Ka'bah :) ). Sekedar intermezzo, rooftopnya Ka'bah jauh lebih sepi daripada lantai-lantai Masjidil Haram yang lain. Kalo mau naik, ada jalan dari luar lewat gate utama, nanti masuk dikit belok kiri ketemu eskalator. Nah ikutin aja terus eskalatornya sampe ke rooftop. Tapi kalo gate utama udah ketutup (biasanya pas mepet adzan/ waktu shalat askarnya udah jaga disitu -_- ) tetep bisa kok ke rooftop. Masalahnya, jauhhh banget. Pertama, masuk dulu ke Masjidil Haram. Terus jalannn terus (gempor kakinya, tapi demi ngerasain shalat full disana jadi yasudahlah) nyampe nemu eskalator. Bukan eskalator yang mau turun ke Ka'bah, ada lagi eskalator di lantai dua atau tiga gitu, nah naik aja terus. 

Pernah satu waktu udah mau adzan dan kita ga kedapetan yang lewat gate utama. Jadi kita muter-muter dulu dibawah nyampe nemu pintu masuk, terus cari eskalatornya. Mana kan pintu gatenya gede-gede tuh. Yang sini ketutup, balik lagi. Eh yang sana ketutup, udah was-was nih "ga mau shalat di luar :( " batinku. Akhirnya dapet nih gatenya. Penuh tapi alhamdulillah bisa masuk. Karena Abi alhamdulillah udah berkali-kali kesana jadi hafal jalan :D 
Kalo kesusahan nyari jalan ke rooftop mending tanya sama askar/ CS (cleaning service) nya aja biar lebih jelas.

Ada beberapa alasan aku suka banget shalat di rooftop Ka'bah: sepi, dingin, luas, ga susah cari shaf, dan ga banyak orang Indonesianya jadi bisa kenalan sama orang luar :) Karena banyak orang luar negrinya, aku jadi lebih sering memperhatikan mereka. Ya gimana ya, beda face, beda busana, ya gitulah. Ndeso istilahnya. Tapi ada lagi satu perbedaan antara aku dan mereka. Ceritanya "aku" disini merepresentasikan orang Indonesia ya. Bedanya apa? Maap, beda gerakan shalatnya. Ga terlalu masalah sih, tapi kalo buat orang awam bisa jadi ada pikiran: ih kok gitu sih. Salah itu, bid'ah! Hah masak tahiyat telunjuknya digerak-gerakin?  Sesat!  Gimana sih ga paham agama ya tuh orang? Astaghfirullah. Tapi kalo Anda sekalian paham dan mencoba dipikir lebih dalam ada hikmah tersirat disitu. Bahkan aku pernah digituin sama orang luar negeri, gatau orang mana. Takut sih, tapi ah sepele. Orang itu kurang terbuka pikirannya.

Ceritanya aku lagi habis shalat jenazah yang biasanya habis shalat jamaah. Kalo salam selesai shalat sepahamku dan yang diajari dari sekolah kan dua kali, ke kanan dan ke kiri. Nah tiba-tiba setelah aku salam ke kiri, aku ditepuk orang. Dia bilang (mana kayak marah lagi -_-), "ga ada salam ke kiri. No left, just right." Ya aku bingung lah, setauku, memang yang wajib itu ke kanan, yang kiri itu sunnah. "No sister, salam ke kiri itu sunnah jadi gapapa," jawabku. "Astaghfirullah, please don't again," kata sister itu sambil berlalu dan menunjukkan muka kesel ke aku. Bahayanya nih, tiba-tiba aku jadi goyah. Masa sih salam cuma sekali doang? Aku tau emang yang kanan itu wajib dan yang kiri itu sunnah. Tapi...  Ya pokoknya setelah itu aku tanya ke Abi. Dan Abi berpihak padaku :D "nggak kak, orangnya itu salah itu."

Selama 16 tahun aku hidup di Indonesia, aku jarang banget bahkan ga pernah melihat perbedaan masyarakat saat shalat jama'ah. Yang ku tahu, perbedaan di antara kami paling enggak beda bacaan shalat. Satunya pake "subhana rabbiyal a'la (3x)" satunya pake "subhanakallahumma rabbana wabihamdika allahummaghfirli" . Satunya pas mau shalat pake usholli, satunya langsung basmalah trus takbiratul ihram. Si ini pas tahiyat awal maupun akhir telunjuknya diacungin dari awal attahiyyaatulillah, si itu ngacungin telunjuk pas syahadat. Ya cuma seputar itu aja. Eh begitu kemarin umrah, ngeliat shalatnya orang luar agak kaget gitu. Ga sepenuhnya kaget sih, soalnya udah pernah lihat video-video sejenis dari ustadzah/ internet. Bukan berkelakar, tapi emang ga kaget-kaget amat.

Sesaat aku memperhatikan orang-orang. Subhanallah batinku. Umat muslim dari seluruh dunia berlomba-lomba berkumpul di tempat suci ini. Memanjatkan doa mereka agar lebih mustajab, menikmati nikmatnya beribadah di Tanah Haram. Aku pun merhatiin cara mereka shalat. Bukan karena underestimate dan merasa "aku yang paling benar shalatnya", tapi di otakku hanya ada  "indahnya Islam itu ya begini, biarpun beda cara shalat tapi tetep sama kiblatnya" .
Tepat di titik itu aku tersadar, penyebar dakwah Islam itu ga cuma ustadz-ustadz yang selama ini ada di kehidupan kita. Tapi bermula dari Rasulullah SAW sampai ustadz-ustadz yang kita kenal sekarang ini. Namun kalo ditarik lebih jauh lagi, sebelum ustadz-ustadz ada imam-imam dengan tingkat inteligensi tinggi yang mereka belajar ilmu-ilmu Islam dari berbagai sumber baik dari sahabat maupun fuqaha, memahami, dan menyimpulkan, lalu mengumpulkannya menjadi satu membentuk kitab dan disebarkan melalui madzhab-madzhab yang mereka "buat". Kalo kalian tau madzhab Syafi'i, madzhab Hanafi, madzhab Maliki, dan madzhab Hambali, inilah yang aku maksud.

Get it? Ayolah mikir out of the box. Tak ajak mikir jauh boleh ga? Apa harus izin orangtua dulu kalo mau main jauh-jauh? Yuk ah jadi visioner. Tarik ulur sambungkan puzzle satu dengan puzzle yang lain. 

Pemikiran dan pemahaman antara satu orang dengan yang lain pasti pernah beda. Terjadi pula pada pemikiran dan fatwa imam-imam madzhab ini. Contoh, Imam Malik berfatwa tentang hukum perkara ini A, ntar Imam Hanafi berfatwa B, dengan masalah yang sama. Imam Syafi'i setuju nih sama Imam Malik, tapi Imam Ahmad bin Hanbal bilang C. Tentunya beliau-beliau ini berfatwa pakai dalil yang jelas. Faktor lain, dalilnya sama, tapi cara memahaminya dan menafsirkannya yang berbeda. Atau bisa jadi karena faktor eksternal, contohnya karena kondisi masyarakat di tempat tersebut. Sebagai contoh, pernah Imam Syafi'i yang pada awalnya dakwah di Baghdad berfatwa tentang suatu perkara A, waktu pindah ke Mesir jadi B. 
Kemudian, para imam ini kalau tidak menemukan dalil nash di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, mereka mengambil jalan tengah yakni ijtihad dalam suatu perkara. Inilah yang oleh kita banyak menemukan perbedaan pendapat ulama dan ceramah ustadz-ustadz yang sering kita tonton di Yutub.

Balik lagi, kalian jangan bayangin para imam berkumpul di satu kota lalu mengajar bersama. Para imam pun menyebar, dari ambil ilmu kesana-kesini, menetap disana sebentar sampai mantep, lalu pergi ke negeri lain untuk berdakwah.  Jelas dan pasti, imam-imam kita ini memiliki murid bahkan majelis yang digunakan untuk mendakwahi dan memberikan pemahaman "ini lho Islam, ini ajaran dari Allah yang paling benar dan diridhai, dibawa oleh utusanNya yakni Muhammad SAW. Kalo kalian nurut sama ajaran ini, kalian bakal masuk surga, kalo nakal, masuk neraka." Tentunya dengan bahasa orang berilmu tinggi lah ya. Yakali ngomongnya kayak gitu beneran :v Habis gitu, ga mungkin seorang guru ga nyuruh muridnya ngajarin yang lain. Ga mungkin juga para imam ini menyuruh para muridnya menyembunyikan kebenaran. "Udah sana kamu berkelana ke negeri jauh, sebarkan kebenaran! Jangan sampe neraka penuh karena salahnya kita ga mau memberi tahu mereka dan maka dari itu mereka jadi sesat." 

Disinilah titik awalnya mamen, berkelana ke negeri yang jauh! Murid-murid para imam ini pun berkelana, menetap sana sini untuk mendakwahi ilmunya agar tidak sia-sia. Tentunya sesuai pemahaman yang dibawa yang pastinya sama dengan imam yang mereka ikuti. Nah sekian lama waktu bergulir, finally Alhamdulillah Islam menyebar di penjuru dunia. Karena tadi murid-murid tersebut berasal dari imam-imam berbeda kemudian berkelana ke negeri jauh, bisa jadi antara wilayah satu dengan yang lain berbeda paham dalam memahami kaifiyat ibadah dalam Islam. Mungkin bagi negara yang masih deket-deketan kayak Indonesia-Malaysia ga beda jauh lah. Nah kalo sama orang Turki? Orang Somalia? Orang Prancis? dan lain-lain? Berdasar pengalamanku, beda. Mereka ada yang shalat ga bersedekap, jadi ya tangannya lurus biasa di samping tubuh kayak pas i'tidal. Mungkin bagi kita itu aneh, tapi bagi mereka "wong aku pahamnya gini kok, apa urusanmu? Sing penting sesembahanku mung Allah semata."

Lalu aku berpikir lagi, wih hebat ya. Masa sih ga ada perdebatan yang sampe viral kayak debat kusir jaman sekarang gara-gara beda ijtihad? Maksudku untuk selevel urgent yang sangat gitu lho. Masalah ibadah e iki. Habluminallah, abot kalo penafsiran waton dan ga logic. 

Menurutku ya, pasti ada perdebatan dan tetek bengeknya. Tapi lho coba dilihat, dengan siapa mereka berdebat. Ulama vs Ulama. Aku yakin dengan sangat yaqueen, ulama yang bener kalo debat pasti debat dengan cara pinter. Ga terpancing emosi, dan selalu berusaha wasathiyah alias berada di tengah. Maksudku ga terlalu mencondongkan ke kanan/kiri. Dan saling berusaha memahami satu sama lain, tidak asal menyalahkan dan membenarkan, disalahkan atau dibenarkan. Bahkan bisa jadi, mereka saling berbalas argumen dengan produktif, yakni mengeluarkan kitab baru yang bisa dikaji oleh manusia di masa depan. Aku pun yakin dengan argumenku yang satu ini: kalau mereka beneran Ulama yang mengamalkan ajaran Rasulullah, pasti tau adab berdebat yang sopan dan benar itu seperti apa. Pasti mereka mengamalkan "laa taghdhab wa lakal jannah" nya beneran. Intinya asalkan kalian berpegang teguh pada Allah dan RasulNya. Simpel banget kan hidupnya?

----

Aku masih duduk di rooftop merhatiin orang-orang thawaf lalu lalang di depanku. Neuron-neuron di otakku masih bekerja, mencoba menghantarkan arus listrik pemikiran-pemikiran random ini. Aku pun masih mencoba menyambung-nyambungkan kejadian satu dengan lainnya. Hingga akhirnya mendapat kesimpulan bahwa Islam itu hebat banget. Sepulang umrah, aku jadi tambah kagum dan bangga sama agamaku. Aku jadi lebih ikhlas dan bersyukur menerima Islam sebagai agamaku dari orok sampe segede ini. Asalkan kita semua patuh dan mau menggali ilmunya lebih dalam, hidup ini akan terasa ringan dan mudah, karena kita paham dan tau banyak tentangnya. Coba deh kalo pikiran kalian sempit, ilmu umum bahkan ilmu agama ga banyak yang nyantol. Susah idupnya, ga tenang. Gatau gimana cara ngatasin masalah sendiri secara spiritual. Perlulah kita mengetahui keadaan Islam di luar Indonesia, biar ga udik dan ga main fatwa sendiri kalo ada yang tanya. 
Enggak ada yang salah selama dia masih bisa kasih bukti nash-nash yang jelas dari 4 sumber hukum islam, yakni Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijtihad, dan Qiyas. Pokoknya athii'ullah wa athii'ur rasuul, taat pada Allah dan taat pada Rasul Muhammad SAW aja.

Akhirul kalam, coba aja orang-orang sekarang mau belajar sesuatu hal terutama ilmu agama lebih detail lagi, mungkin perpecahan umat akan terminimalisir. I mean ya udahlah, biarin aja antara kita dan yang lain beda paham, yang penting kamu yakin dengan apa yang kamu anut, yang kamu pahami. Jangan labil, itu namanya ga punya pendirian. Biarin lah si anu pahamnya Islam garis nana, si dia Islam madzhab apalah itu (dasar label masyarakat berflower) yang penting kamu jangan jadi bagian dari penyebab perpecahan umat. Sebarkanlah yang kamu ketahui, karena Rasul bersabda, "balighu 'annii wa lau aayah", sampaikanlah olehmu sekalian dariku walau satu ayat. Because we were born in one ummah, jadi plis banget dijaga ukhuwahnya, perdamaiannya nyampe we were die in one ummah too, one day.

Aku mau bilang sekali lagi, buah tangan dari Makkah ga melulu tentang cokelat dan kacang arab.Ya kan? :)


Ditulis saat aku lagi kangen-kangennya dan berharap dikabulkan lagi untuk pergi kesana,
Balma.

Komentar

  1. Ehe..
    Aku komen nih ye...
    Islam kita mengaggumkan yaah bal, belum lagi betapa menenangkannya...
    Ehe..
    Aku cinta Islam..
    Tapi tanpa perbuatan bukti mah, nggak bisa dibilang cinta kan yah...
    Dakwah dakwah dakwah dakwah..
    Buktinya berahmatan alamin dengan cara sendiri sendiri toh.
    Ehe.
    Ehe mulu aku :)))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam, dek Rapper. Ehe. Sesuai dengan slogan anda yakni menjadi rahmatan lil 'alamin.. Benar begitu?

      Hapus

Posting Komentar

BACA JUGA TULISAN YANG LAIN👇