Gratitude



Kadang manusia merencanakan sesuatu dan ga terlaksana. Kadang manusia enggak sedang merencanakan apa-apa, malah dikasih kesempatan yang ga terduga. Kalau aku bertemu dengan si Penjual Gelas Kaca di dalam buku Sang Alkemis karya Paulo Coelho, pasti dia akan berkata, “Maktub.” “Telah tertulis,” katanya.


Menjadi bagian dari PD IPM Kota Yogyakarta rasanya dulu cuma sebatas celetukan iseng anak ranting yang pikirannya, “Wah kakak-kakak PD nih keren banget yaa!” Karena saat itu aku sadar bahwa diriku enggak punya kapasitas yang mumpuni dan layak untuk bergabung bersama orang-orang keren di PD IPM. Bahkan cenderung minder karena lebih banyak teman-temanku yang punya kenalan di sana, ikut kegiatannya PD, dan lain-lain. Sedangkan aku adalah orang yang lebih banyak menghabiskan waktu di belakang layar dan di dalam sekolah aja (jujur, pikiran ini masih ada sampai periode keduaku di PD IPM 😀).

Saat itu di belakang layar, boleh dibilang aku menjadi desainer grafis-nya IPM. Bersama bidang Kewirausahaan, aku merancang desain merchandise-merchandise untuk dijual, mengatur media sosial organisasi, anggota tetap divisi PDD/Medpubdok/Dekdok/apalah kalian menyebutnya, dan peran-peran lain yang sejenis. Mulai dari situ, aku mendefinisikan diriku sebagai “orang teknis”. Aku jarang (bahkan hampir tidak pernah) berkesempatan menduduki posisi-posisi strategis seperti koordinator, ketua tim, atau yang lainnya. Bukan karena ditutup kesempatannya, ya karena emang kompetensinya bukan di situ dan aku pun enjoy dengan tugas-tugasku saat itu. Toh efeknya jadi punya sarana untuk mengasah skill, pikirku.

Terbiasa berada di belakang layar semasa sekolah, dua hingga tiga tahun terakhir ini kondisiku berbalik. Selama 21 tahun hidup, ini adalah skenario ter-plot twist, 180 derajat kalau ditakar. Yang biasanya berada di belakang layar, mau ga mau kini harus tampil paling depan. Kaget? Pasti. Butuh banyak penyesuaian, di mana aku juga baru membuka mata lagi setelah bebas dari organisasi dan kepanitiaan sejak lulus sekolah 2020 lalu. Per 21 Agustus 2021, periode keduaku di IPM Kota Yogyakarta, aku dinyatakan menjadi Sekretaris Umum. 

Sempat takut enggak bisa survive dengan halang-rintang selama satu periode yang lamanya dua tahun. Di awal periode banyak khawatirnya, sebab aku jarang banget memperhatikan kerja para sekretaris selama di ranting dulu. Kukira peran sekretaris cuma berurusan dengan surat, ternyata juga membantu ketua dalam menjalankan organisasi. Juga peran-peran lain misal sebagai keluarga, kakak, adik, dan teman buat seisi IPM Kota Yogyakarta. Sempat tidak mendapat dukungan dari orang terdekat, karena katanya nanti kuliah berantakan (Alhamdulillah sejauh ini kekhawatiran beliau terbantah). Bayangan masa yang lalu-lalu juga membuatku merasa tidak pantas berada di posisi ini. Ya gimana ya, tidak punya pengalaman kepemimpinan apakah bisa bertahan? Tidak hanya itu, ketika periode 2021/2023 ini hampir usai pun aku kembali merasa kecil. Seseorang yang kuakui emang lebih kompeten berkata (secara tidak langsung) bahwa posisi sekretaris umum itu ga lebih hebat dari ketua bidang. Kalau lagi down, aku sepakat dengan pikiran dan perkataan negatif tersebut karena bagiku itu memang benar adanya. Padahal kan pernyataan dia ga benar, semua orang punya porsi perannya masing-masing, ya.

Bayangkan jika aku menyerah saat itu (maaf Mas Baskara aku pinjem liriknya), kayaknya enggak ada deh aku dengan versi seperti yang kalian temui sekarang. Buatku posisi ini bukan hanya perihal amanah dan mengurus organisasi itu aja, melainkan sarana untukku belajar mengenal diri jauh lebih dalam. Aku menjangkau area “blind-spot” dalam diriku, area yang sebelumnya tidak terlihat dengan “pandangan” biasa. Harus merasakan dan mengalami sendiri agar bisa mengetahui apa-apa yang terhalang karena “blind-spot” tadi. Semakin aku mengenal diriku, semakin aku mengetahui apa yang harus kulakukan dan kusiapkan untuk hari-hari yang akan datang.

Jika ada ingatan yang terus menghangatkan dirimu

Jaga apinya, hadapi hari, teruslah kau begitu

Iya, mana bisa aku lupa dengan memori-memori hangat selama ber-IPM di Kota Yogyakarta?

Aku senang ketika aku dibutuhkan, aku senang karena punya tempat “refreshing” dengan bertemu pimpinan-pimpinan yang ide dan candaannya sering out of the box, aku senang mengerjakan program dengan mereka, aku senang bisa belajar berinteraksi dengan banyak orang, aku senang ketika ada yang suportif terhadap kerecehanku, aku senang ketika berkumpul dan bertukar cerita dengan teman yang berbeda latar belakangnya, aku senang ketika harus mengerjakan tanggung jawab berat, aku senang ketika harus mengorbankan satu-dua hal demi organisasi, aku senang ketika saling memahami satu sama lain, aku senang dengan stiker-stiker di grup WhatsApp yang dikirimkan (bahkan diam-diam kusimpan), aku senang dengan caraku mengaplikasikan ilmuku untuk mendukung kinerjaku, aku senang dengan semua “surat cinta” yang kubuat untuk memberi dukungan, dan yang paling penting: aku senang ketika aku bisa menjadi diriku sendiri di sana.

Sudah, segitu aja dulu. Nyatanya, aku bisa bertahan. Kita bisa bertahan meski berganti-ganti personil. Ini adalah pengalamanku yang paling berkesan selama hidup. Tidak ada yang sempurna di dunia ini, termasuk diriku dalam berproses dan menuntaskan amanah yang cukup berat tanggung jawabnya. Kan juga baru pertama kali, wajar kalau banyak kurangnya. Buat temen-temen IPM Jogja yang baca, terima kasih sudah mau berproses bersama. Terima kasih sudah mau menerima kurangku. Terima kasih sudah menjadi orang-orang yang ramah, baik, suportif, dan menyenangkan! Mohon maaf atas segala khilaf.


 









Komentar

BACA JUGA TULISAN YANG LAIN👇