Terima Kasih 2021!



Yakin sih ga cuma aku yang detik ini duduk di kasur mengetikkan baris-baris kalimat refleksi akhir tahun. Tulisan ini bisa lah dianggap sebagai 'bayar utang' dari berbulan-bulan lalu yang tampaknya seperti hilang tanpa kabar. Sebagai awalan, marilah kita puji 365 hariku di 2021 dengan 'blessing in disguise'. Tentu ga keseluruhan 365 hariku menyenangkan, tapi sebagai muslim tentulah harus punya keyakinan bahwa segala yang sudah terjadi pasti ada maksud tersendiri yang memang Allah sisipkan untuk diambil pelajarannya.

2021 buatku adalah tahun yang super. 2021 bolehlah dikatakan sebagai pelipur lara dari tahun 2020. Pandemi memang belum selesai, tapi beberapa peristiwa di 2021 agaknya membawa langkahku ke suatu jalan yang, entah, mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Aku masih belum mengerti kemana rute ini akan membawaku, harap-harap cemas semoga sampai ke tujuan final. Aku tidak tahu apakah rute ini akan membuka jalan-jalan pintas untuk mempercepat aku sampai ke tujuan ataukah semakin menjauhkanku dari tujuan, benar-benar "se-enggak tau" itu. Perlu kusyukuri, rute yang sedang kujelajahi membawaku ke tempat-tempat dan pengalaman baru yang mungkin ga akan aku dapatkan bila menempuh rute lain.

2021 mempertemukanku dengan orang-orang hebat. Latar belakang mereka yang unik dan penuh kisah fantastis agak membuatku iri yang kuakui mainnya masih kurang jauh. Dan justru inilah yang men-trigger diriku untuk minimal seimbang sama orang-orang yang kutemui ini. Bertemu dengan orang-orang hebat menyadarkanku bahwa masih ada langit di atas langit. Walaupun kelasnya selangit tapi mereka tetap berusaha membumi membaur bersama, salut! Memang guru terbaik adalah pengalaman, tidak pandang umur. Bila memang ia lebih berpengalaman, biarkan aku berguru padanya. Belajar dari siapa saja, seperti kata Sayyidina Ali, undzur ma qala wala tandzur man qala. Perhatikan apa yang ia sampaikan dan jangan lihat siapa yang menyampaikan.

2021 mengajarkanku banyak hal. Yang paling berkesan adalah aku mulai menyadari pentingnya menjaga keharmonisan keluarga. Ada satu peristiwa yang mungkin aku ga akan melupakannya, dimana aku telah melukai hati kecil nan suci adik-adikku yang kalau diingat-ingat pun akan merasa sesak dan langsung berpikir, "bodohnya diriku". Aku jadi belajar bahwa jika punya rencana bersama, apabila semakin menuruti ego pribadi maknanya akan semakin mendekati kegagalan rencana tersebut terealisasi. Aku juga diberi pelajaran bahwa yang namanya kalau sudah menyangkut dengan hati, perasaan, mood hancur jangan coba-coba dikembalikan ke posisi semula. Biarkan saja, let the time heals. Karena peristiwa itulah aku jadi semakin berusaha menghargai dan memperhatikan adik-adikku walau masih dalam tahap belajar. Minimal aku bisa memenuhi beberapa keinginan mereka seperti nonton di bioskop (yang membuatku memecahkan rekor dimana dulu rasanya seperti kecil kemungkinan aku akan duduk di kursi studio), atau sekadar mengajak mereka ke kantor sekretariat IPM Jogja. Intinya aku mulai menomorsatukan keluarga. Ga boleh yang lain.

2021 menyadarkanku tentang arti mengorbankan satu-dua hal untuk satu-dua hal lain. Tidak semua bisa di-mbat dalam satu waktu, harus ada yang direlakan. Manusia punya keterbatasan. Dahulu aku berpikir, bisa memegang erat-erat semua hal yang dipunya adalah suatu keniscayaan. Namun seiring waktu aku mulai menyadari, harus ada yang dilepas untuk mempertahankan yang lain. Tanganku yang kecil dan jariku yang pendek pun tidak lentik menggenggam idealisme "pokoknya semua akan berjalan sesuai rencana" kewalahan saat harus disenggol realita. Disini harusnya aku pun sadar bahwa Allah memang sudah menggariskan rencanaNya dan aku ga berhak untuk marah kalau rencanaku gagal. Eh, bukankah rencana yang gagal itu juga termasuk yang digariskan olehNya?

2021 akan berakhir, membuatku berpikir bahwa hidupku sebentar lagi akan menginjak kepala dua. Berbagai macam tanggungan akan menghampiri pundakku yang rasanya makin berat ini. Tentu tuntutan orang tua masih berlaku: harus lulus tepat waktu, syukur-syukur lebih cepat. Siapa yang tidak ingin? Di lain sisi, amanah berdatangan. Impian orang tuaku menjadi taruhan, kira-kira mana yang akan kupertahankan? Apakah kesenanganku atau kesenangan orang lain? Aku gamau mengulangi kesalahanku di tahun 2019-2020. Terlalu aktif sampai luput bahwa ada mimpi UGM dan ITS yang harus diperjuangkan. Tapi apa daya ya, egoku yang tinggi itu menomorduakan impian yang sepertinya bisa kugapai jika aku berusaha lebih keras. Padahal kalau dipikir-pikir berorganisasi pun belum tentu akan membawa dan membantuku dapat prestasi akademik bagus, kan? 

Apapun yang sudah terjadi maka terjadilah. 2021 berusaha kulepaskan dengan ikhlas, disambi menyambut resolusi baru yang agaknya aku hanya berharap, "semoga 2022 masih kuat sehat jasmani-rohani". Iya, tidak lebih. Aku hanya ingin memperbaiki hubunganku dengan Tuhan dan fokus untuk memperbaiki kualitas diri terus menerus. Entah akan menerapkan pola hidup sehat atau rutin tahajjud, semoga itu semua bukan angan-angan belaka. Banyak wishlist yang setidaknya 2/5-nya harus tercoret tanda sudah terlaksana, bukan hanya yang bahkan wacana pun gagal. Petualangan-petualangan di ruteku kini belum semuanya kucoba, jadi aku yakin ke depannya akan banyak pengalaman-pengalaman baru yang jauh lebih fantastis daripada 2021. Kesempatan belum tentu datang dua kali, tindakanku hari ini akan memengaruhi hari-hari berikutnya. Yang jelas tetap perhatikan langkah, minta bantuan atau petunjuk bila mulai kehilangan arah. Perhatikan sekitar, dunia ini bukan cuma tentang kamu seorang, Sayang.


Yogyakarta, 31 Desember 2021

Komentar

Posting Komentar

BACA JUGA TULISAN YANG LAIN👇