Allah Taught Me About Several Things this Ramadan 1442 H

    It's already Syawal 3rd when I try to write down this thought (ini copas dari draft, jadi masih tanggal 3 Syawal dimana aku ngepost disini udah 8 Syawal). Aku merasa Ramadhan 1442 ini berbeda sebab aku dapat merasakan Allah mengajariku beberapa hal. Tapi tentu dengan banyak kesalahan sebagaimana seorang anak kecil belajar berjalan, tentu masih terseok-seok aku mengikutinya. Pelajaran ini akan selalu kuingat sebab sangat menentukan bagaimana sikapku kedepannya di masa mendatang.

    Ramadhan tahun ini aku diberi kesempatan untuk bergabung ke proker KDI PD IPM Jogja yakni Para Pencari Celah. Sedikit intro, sebetulnya KDI PD IPM Jogja selalu aktif ngonten saat Ramadhan, tiap tahun ada aja konten islami yang ditawarkan. Untuk yang satu ini merupakan konsep baru, terinspirasi dari Pemuda Tersesat miliknya Tretan Muslim, Coki Pardede, dan tentu saja the protector Habib Husen Al Jafar. Oke, gara-gara Para Pencari Celah timelineku sekarang selalu nyempil video dari Pemuda Tersesat, dan akhirnya aku tahu model dakwah seperti apa yang disenangi anak muda zaman sekarang. Para Pencari Celah collab dengan Pusat Tarjih Muhammadiyah sebagai narasumber yang valid dan terpercaya. Karena ini pula identitas asliku 'ketahuan' sebagai anak dari salah satu orang berpengaruh dari kampus yang kebetulan jadi basecamp Pusat Tarjih Muhammadiyah itu. Hadeh jadi ga enakan walau Abi selalu bilang, "ini namanya kapital simbolik". Aku harus terbiasa. Selain di Para Pencari Celah, aku juga bergabung ke dalam tim publikasi Meena Studio, sebuah proyek dari PW IPM DIY bekerjasama dengan Lazismu. Bukan karena ada cuannya aku mau bergabung, tetapi lebih ke jobdescnya yang menurutku "this is my passion" ahaha. Tapi tidak munafik juga kalau aku tertarik karena ada bayarannya, secara aku kan hitungannya orang luar PW IPM DIY jadi kudu profesional sedikit laa... Gitu.

    Adalah suatu kewajiban bagiku yang merupakan anak takmir dari masjid perumahan untuk turut serta berkontribusi menjadi Pejuang Masjid. Aku setiap hari berbuka di masjid, selalu dapat takjil enak dan beragam tiap harinya. Berbuka di masjid ini bukan tanpa alasan. Tugasku selama Ramadhan (dan seterusnya) adalah menjadi ustadzah TPA. Jujur ini seru banget, jauh dari kata-kata tertekan dan lain sebagainya karena ini bikin aku ga pernah ikut bukber. Lagian dilihat dari fadhilah tentu lebih utama ngajar ngaji kan ya daripada bukber ketemu temen-temen? Wkwkwk... Sejak sebelum Ramadhan aku terkesan aktif mengejar mas-mas marbot buat punya inovasi agar kegiatan TPA tidak monoton, berhubung TPA selalu masuk dari hari Senin sampai Jum'at dari pukul 16.20-berbuka. Akhirnya aku berinisiatif untuk membuat semacam buku materi atau modul bagi anak-anak sepanjang TPA di bulan Ramadhan. Yaa menurutku ini sudah mencapai indikator keberhasilan pribadi, sebab salah satu ideku bisa terwujud walau belum maksimal.

    Dari sekian banyak aktivitas di waktu yang bersamaan ini, jujur aku tiba-tiba pusing saking belum terbiasanya dan sebagian besar adalah hal baru yang tidak pernah dialami sebelumnya. Dipikir-pikir memang menyebalkan sebab tidak bisa maksimal karena fokusnya terbagi, namun di satu sisi merasa "oh apakah Allah ingin mengajariku suatu hal?". Dan biarkan aku coba berbagi apa saja pelajaran yang aku dapat dari Ramadhan 1442 H ini.

What I learned from Ramadan 1442 H?

  1. Time management

    Tugasku di Para Pencari Celah adalah sebagai admin media sosial. Rinciannya aku harus membuat kalimat caption Instagram dan mengupload video teasernya, membuat semacam broadcast berisi link video YouTube, dan mengunggah video fullnya di YouTube. Berasa dapat privilege sih bisa pegang akun penting. Kupikir jadi admin adalah sesuatu yang menyenangkan dan mudah. Ternyata jauh sekali dari kata itu. Di awal-awal aku sempat stres dan bingung, belum lagi banyak kesalahan yang kubuat. Beruntung semenjak pertengahan ke akhir aku dapat menyesuaikan, tentunya dengan bantuan dua orang temanku.

    Yah dari sini aku belajar bagaimana mengatur waktu yang baik supaya tidak merasa stres saat melakukan suatu rutinitas padahal pribadiku bukanlah orang yang terpaku pada jadwal alias fleksibel. Dan aku merasa banyak sekali waktu yang terbuang sia-sia sebab kebanyakan procrastinating atau menunda-nunda. Selain itu aku butuh waktu sendiri untuk menuntaskan target membaca yang sudah kurancang sejak jauh hari. Belum lagi karena ngebo. Ya!

    Halangan terbesarku adalah rasa mengantuk hingga akhirnya tertidur di waktu-waktu yang harusnya produktif. Sebetulnya pagi hari setelah shubuh adalah pantangan bagiku untuk tidur. Tapi entah mengapa dari 30 hari itu, 28 diantaranya aku melanggar pantangan. Jadi tiap terbangun selalu merasa menyesal. Dilihat dari jamku tidur aku juga salah sih, hampir tiap malam begadang, entah nugas atau membaca. Sampai temanku hafal kebiasaan dan menegurku. Hmm... Walau tugas-tugas selalu kutuntaskan, namun tetap saja ada rasa menyesal kebanyakan tidur dan melakukan hal yang tidak bermanfaat daripada menyelesaikan tugas sekali waktu. Dalam hati berkata "ga lagi-lagi deh", eh besoknya diulangi lagi. Oh iya, penyebab lain adalah rajin scroll timeline. Fix musuh terbesar.

  2. Priority

    Ramadhan 1442 H mengajarkanku tentang prioritas. Opsi-opsi prioritasnya: kepuasan pribadi, kepentingan organisasi, dan yang terakhir kepentingan keluarga. Kebetulan di himpunan aku kebagian tugas membuat ucapan selamat hari raya. Pekerjaan ini belum selesai, tiba-tiba orangtuaku menyuruh membuat ucapan hari raya juga. Di pikiranku selesaikanlah dulu sesuai antrean, yang himpunan dulu baru yang orangtua. Gara-gara ini aku kena semprot, "kamu kok berani lambat kalo disuruh orangtua". Padahal memang yang orangtua ini tugas rutin sih, harusnya aku sendiri bisa memperkirakan dan bersiap-siap dulu. Namun entahlah aku sedang memikirkan apa, intinya aku berani meletakkan pesanan orangtua di bawah kepentingan himpunan yang yaa sebetulnya ga penting-penting banget hahaha (maaf kahim).

    Mulai sejak itu aku berpikir ulang mengenai prioritas ini. Dan tentu saja harusnya keluarga didahulukan kan?

  3. Akhirah over Dunya

    Kalau ga salah, kesimpulan ini aku ambil gara-gara jadwal ujian responsi UTS praktikum. Dari awal aku sebetulnya tidak suka dengan slot yang kuambil, sebab mengganggu jadwal TPA. Dan anehnya kenapa dulu aku tidak mengganti jadwal padahal sudah difasilitasi penggantian jadwal. Kembali ke cerita, jadwal ujian praktikum memang mepet waktu berbuka dan sekali lagi, mengganggu waktu TPA. Sempat meminta dispensasi waktu ke kakak asprak, izin buat ikut di jadwal hari lain, tapi bahasa kasarnya intinya dia tidak mengizinkan.

    Di awal sebetulnya sempat bimbang, deen over dunya atau dunya over deen. Kalau aku TPA, takutnya aku tidak fokus sebab berisik jika ujian di masjid. Kalau aku tidak TPA, aku kehilangan momen dan entahlah, feel guilty aja gitu. Feeling atau lebih tepatnya nurani mengatakan opsi pertama saja... dan akhirnya terpilihlah opsi kedua. Aku bingung dengan kakak aspraknya, apakah mereka tidak memikirkan itu sehingga lebih baik untuk reschedule saja daripada mengganggu fokus. Hingga kemudian temanku, Salsa, dia berani speak up untuk mengajukan pengunduran waktu pelaksanaan. Semula pukul 17.00 diundur ke bakda tarawih, jadi dari pukul 20.30-23.00. Agak ekstrem memang, tapi daripada mengganggu kan.

    Begitu tahu jadwal diundur dan aku merasa masih ada sisa waktu untuk ke TPA, bergegaslah aku berganti pakaian dan melesat ke masjid, padahal saat itu sudah menunjukkan pukul 17.20. Tidak tahu malu memang, ah tapi sudahlah. Sejak itu aku banyak berandai-andai, "tahu begini tadi ikut TPA aja dari awal". Dan sejak saat itu pula aku lebih percaya mendahulukan kepentingan akhirat dulu daripada sekadar lulus ujian. Toh semoga Allah punya alternatif dan pengganti lain, kecuali jika kita memang mencari-cari alasan supaya kabur dari ujian. Sejak detik itu pula aku ga suka sama kakak asprak, terkhusus asprak Alpro. Maaf kak tapi kalian nyebelin.

  4. Being respectful

    Respect disini maksudnya menghargai bahwa orang lain pun punya kesibukan lain. Jadi aku tidak boleh seenaknya membuat orang lain menunggu. Kejadiannya banyak, tapi yang paling segar adalah ingatan ketika menjaga zakat. Janjiku datang ke masjid bakda dzuhur. Namun aku datang bakda ashar. Ini cukup menyulitkan mas marbot karena dia cerita kalau hari itu sangat banyak yang membayar zakat sehingga dia untuk istirahat saja tidak ada waktu. Dasar Beba, menyulitkan orang saja.

    So yang harus diingat adalah, orang lain punya kesibukan juga, jangan buat seseorang menunggu apalagi sampai maklum dengan sikapku yang terhitung tidak menghargai orang lain. Poin ini juga berkaitan dengan poin 1 di atas menurutku.

  5. How we communicate to others

    Kesibukan di masjid membuatku banyak berinteraksi dengan orang lain. Baik anak-anak, yang sebaya, ibu-ibu, hingga bapak-bapak mengajariku bagaimana cara berkomunikasi. Lebih ke melatih kepercayaan diri sebetulnya. Kadang aku berusaha menerapkan kemampuan krama inggilku yang amat sangat minim untuk menjawab sedikit pertanyaan basa-basi "saiki kelas piro?" dan lain-lain. Berkomunikasi dengan anak-anak juga tidak mudah ternyata, aku harus menyesuaikan diri menjadi seolah-olah seumuran dengan mereka. Dan aku melakukan kesalahan lagi, menganggap cerita anak-anak hanya bualan semata, padahal menurut mereka itu suatu kejadian yang benar-benar nyata. Aku tertawa lepas padahal bukan begitu etika yang seharusnya. Semoga tidak lagi terulang aku meremehkan, tertawa, apalagi membully di atas rasa antusiasnya anak-anak. Kecuali kalau mereka memang lucu, itu beda urusan :).

  6. The power of yaqin

    Hm.. ini yakin dalam artian apa ya, yakin dalam memutuskan dan melakukan sesuatu. Intinya jangan labil deh. Yakin pula bahwa segala hal diniatkan untuk mencari ridha Allah ;)

  7. Jaga hati...

    Poin terparah kalau ini. Susah, apalagi rasanya kemarin kayak kosong gitu lalu tiba-tiba ada yang datang... Astagfirullah. Bukan mas-mas marbot, ada orang lain lagi ahahaha. Kating, dua orang kayaknya. Satunya menawarkan program semacam bootcamp gratis sampai dikasih penjelasan harus gimana-gimananya, dan satunya lagi baru kenal, tapi chat kedua dah berani nggombal... Kating pertama ini aku baru tahu kalau dia punya cewe kemarin lebaran. Jadi aku dah ga yang "omg dia kok baik banget". Kalo kating kedua ini tiba-tiba ngajak ngobrol dini hari. Berujung deeptalk (can i use this word?) dan malah ngomongin pola didikan orangtuaku gimana. Biasalah ya, ngobrol dini hari bikin perasaan makin sensitif, ya gak sih?

    Yang jadi tameng tetaplah kalimat, "ayo semua cowo yang kamu kenal tuh udah ada cewe, jadi jangan baper-baperan". It really works, bisa mengembalikan rasionalitas pikiran lagi. Tapi baru hari ini aku tau kalo kating kedua tuh barusan putus Januari laluuu yaAllah jadi malah aku gamau deket-deket sama dia. Takutnya kenapa-napa kan walaupun itu kecil kemungkinan terjadi hehehe...

    Pertahankan prinsip, jangan goyah iman ;D

    Yak sepertinya panjang sekali muhasabah dari bulan mulia yang baru saja berlalu. Aku rasa cukup memiliki insight ya kalau ditarik benangnya pelan-pelan. Dan aku tidak merasa buruk sama sekali, sebab aku yakin Allah sedang memberi pelajaran secara tidak langsung. Aku berharap, Syawwal hingga Ramadhan tahun depan aku bisa membuktikan diri menjadi alumni Ramadhan 1442 H yang baik, yang menerapkan ilmunya dan tidak melupakan kitab sucinya :)


Komentar

BACA JUGA TULISAN YANG LAIN👇