Refresh 2019
Biarpun ini bukan "tahunku", tapi apa salah kalo aku justru mencetuskan resolusi-resolusi baru nan segar untuk fase pendewasaan selanjutnya? 2019. Akankah tahun ini menjadi pintu gerbang kesuksesan, atau justru titik awal keterpurukan? Na'udzubillah...
Allah akan merubah keadaan suatu kaum apabila kaum tersebut mau merubah dirinya sendiri.
Itu berarti, kalau kita punya 'azzam atau tekad yang kuat untuk berubah menjadi lebih baik insyaAllah atas izinNya keadaan kita akan diubah menjadi lebih baik sesuai mimpi.
Pertanyaannya, apakah kita siap untuk berubah? Apakah siap untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah? Apakah siap menghadapi konsekuensi-konsekuensi masa depan yang kalau kita lengah akan berujung pada kenistaan?
Semua balik ke diri masing-masing. Mau nista? Ya tinggal masa bodoin aja semua yang dihadapi. Mau jaya? Ya persiapin amunisi masing-masing. Mau jadi ahluddunya, ya giatlah bekerja, giatlah mencari harta. Mau jadi ahluljannah, ya persiapin amal baik. Selalu ingat niat awal adalah karena Allah. Mau sukses dunia akhirat, tinggal gabungin aja amunisi keduanya. Semua hal-hal duniawi (yang baik) sandarkan niat hanya kepada Allah. Mintalah perlindungan dari perkara yang menjauhkan diri dari sang Khalik. Mintalah untuk selalu istiqamah berada di shirathal mustaqiim. Betapa ringannya kamu hidup di dunia kalau begitu caranya.
Di tahun ini, insyaAllah aku menghabiskan masa-masa enak di (S)MA. Masa-masa comfort zone, zona nyaman. Kalau lengah, gelagapan di akhir kata kakak tingkatku. Kalau spaneng, ga ada feel (S)MA nya kata yang lain. Kalau bisa balance (ga spaneng-ga mager dan deen over dunya), itulah harapan kedua orangtuaku. Aku harap di 2019 ini, ada minimal satu rutinitas yang akan dimulai dan menjadi keterusan. Harusnya. Karena Allah lebih menyukai amalan-amalan yang sedikit tapi konsisten atau istiqamah daripada banyak tapi bolong-bolong. Jangan juga cuma berharap tapi ga dilakukan. Balik lagi ke paragraf dua di atas :)).
Tinggal beberapa bulan lagi aku di masa yang paling indah (kata Chrisye) ini. Tahun depannya kuliah. Ga bisa bayangin lagi setelah-setelahnya. Yang sekarang aja udah bingung gimana ngadepinnya. Dasar anak remaja, dilemanya banyak.
Sampai detik ini, harapan terbesarku adalah bisa kuliah double degree. Tahun pertama ambil Teknik Informatika (belum spesifik dimananya yang penting bisa belajar itu), dan tahun kedua ambil Tafsir Hadits (juga belum spesifik dimana). Itu berarti aku harus kuliah di satu kota. Kenapa sih pengen double degree? Hehehe sebenernya buat ngisi waktu aja si. Aku lebih suka waktuku dipake buat belajar apapun itu. Tapi kan teknik berat? Kamu cewek lagi! Alaah yaudah lah kalau Allah menghendaki, bisa apa? Kalau enggak ya berarti Allah belum berkenan. Hehe... Terus kenapa ambilnya berseberangan jauh gitu?
Menurut teroponganku yang sok tau ini, jaman depan pas aku dah gede, dah dewasa, IoT udah jadi hal biasa di dunia ini. Bahkan mungkin, Indonesia udah support beberapa fasilitas yang pakai kecanggihan teknologi. Nah mungkin, dengan aku mengambil jurusan Teknik Informatika (sebenernya lebih ke Sistem Informasi sih) aku bisa menjadi partisipan di dalamnya. Ya minimaaall banget kalau ga jadi partisipan ya jadi orang biasa yang ga kudet-kudet amat lah tentang beginian. Poin pertama, aku pengen jadi developer.
Terus kenapa tafsir hadits? Hehe bapakku dosen. Dosen Tafsir Hadits. Beliau pernah sharing ke aku proses pembelajaran di kampusnya. Beliau juga seorang ustadz yang gemar ngisi dimana-mana. Ya kan aku sebagai anak, anak perempuan lagi, gampang terpengaruh dengan kata-kata orangtua. Alhasil aku dapat gambaran betapa asyiknya belajar hadits. Dan, terbersit pula rasa ingin dakwah. But aku sadar, public speaking-ku kurang. Tapi aku pengen dakwah. Dan dakwah harus didasari dengan ilmu. Sedangkan hadits pun jadi salah satu pokoknya. Jadi, menurut analisaku yang sok tau ini, potensi di teknik kalo digabungkan dengan ilmu agama bisa jadi menjadi alternatif dakwah di masa yang akan datang. Aku pun merasa, mulai banyak orang-orang yang sembarangan menafsirkan suatu hal yang katanya berdasar hadits Rasulullah SAW. Yang katanya dari Qur'an surat nananina ayat sekian sekian. Nah aku seakan-akan punya tanggung jawab buat meluruskan pikiran masyarakat sesuai ajaran Islam yang benar, tafsiran yang sesuai dengan asalnya, karena mencari ilmu itu hendaknya datang ke gurunya, bukan guru yang mendatangi kita. Jadi poin keduaku adalah, dakwah harus pakai ilmu.
Terus, kenapa aku jadi lebih semangat untuk double degree? Waktu itu aku ditanya sama bapakku, kamu mau kuliah apa? Aku masih malu-malu menjawab, cuman pada akhirnya aku jawab walaupun agak nggremeng. Aku lupa gimana kejadiannya tiba-tiba bapakku jadi bercerita tentang teman-temannya yang menurut bapakku keren. Kenapa keren? Karena mereka bisa menguasai banyak ilmu. Mereka masih muda tapi pintarnya pake banget, bisa seimbang gitu di bidang keilmuan juga di keagamaan. Ternyata aku dan bapakku satu pemikiran. Bapakku justru berharap ada anaknya yang mau ngambil double degree. Ya, dan akhirnya aku bercerita keinginanku, ya yang di paragraf atasnya ini tadi. Bapakku pengen, anaknya bisa menguasai banyak ilmu, karena beliau merasa bahwa beliau tidak bisa dan terlambat untuk seperti teman-temannya itu. Kata beliau penting buat menguasai banyak pengetahuan. Bismillahirrahmanirrahiim insyaAllah ya Allah...
Sekarang, kembali ke akunya lagi. Bersedia mengorbankan segala zona nyaman (s)MA demi masa depan cerah dan mewujudkan harapan orang tua, atau membiarkan diri ini terlena dengan segala kekuasaan, kenyamanan, dan kebebasan anak remaja yang mestinya kalau ga terkontrol malah menimbulkan efek penyesalan berlarut-larut berkepanjangan. Hidup ini pilihan. Biar ga labil, perbanyak meminta agar tetap berjalan di jalan yang lurus. Sekian sekapur sirih di hulu 2019 ini. InsyaAllah istiqamah. #2019ForChanges
Allah akan merubah keadaan suatu kaum apabila kaum tersebut mau merubah dirinya sendiri.
Itu berarti, kalau kita punya 'azzam atau tekad yang kuat untuk berubah menjadi lebih baik insyaAllah atas izinNya keadaan kita akan diubah menjadi lebih baik sesuai mimpi.
Pertanyaannya, apakah kita siap untuk berubah? Apakah siap untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah? Apakah siap menghadapi konsekuensi-konsekuensi masa depan yang kalau kita lengah akan berujung pada kenistaan?
Semua balik ke diri masing-masing. Mau nista? Ya tinggal masa bodoin aja semua yang dihadapi. Mau jaya? Ya persiapin amunisi masing-masing. Mau jadi ahluddunya, ya giatlah bekerja, giatlah mencari harta. Mau jadi ahluljannah, ya persiapin amal baik. Selalu ingat niat awal adalah karena Allah. Mau sukses dunia akhirat, tinggal gabungin aja amunisi keduanya. Semua hal-hal duniawi (yang baik) sandarkan niat hanya kepada Allah. Mintalah perlindungan dari perkara yang menjauhkan diri dari sang Khalik. Mintalah untuk selalu istiqamah berada di shirathal mustaqiim. Betapa ringannya kamu hidup di dunia kalau begitu caranya.
Di tahun ini, insyaAllah aku menghabiskan masa-masa enak di (S)MA. Masa-masa comfort zone, zona nyaman. Kalau lengah, gelagapan di akhir kata kakak tingkatku. Kalau spaneng, ga ada feel (S)MA nya kata yang lain. Kalau bisa balance (ga spaneng-ga mager dan deen over dunya), itulah harapan kedua orangtuaku. Aku harap di 2019 ini, ada minimal satu rutinitas yang akan dimulai dan menjadi keterusan. Harusnya. Karena Allah lebih menyukai amalan-amalan yang sedikit tapi konsisten atau istiqamah daripada banyak tapi bolong-bolong. Jangan juga cuma berharap tapi ga dilakukan. Balik lagi ke paragraf dua di atas :)).
Tinggal beberapa bulan lagi aku di masa yang paling indah (kata Chrisye) ini. Tahun depannya kuliah. Ga bisa bayangin lagi setelah-setelahnya. Yang sekarang aja udah bingung gimana ngadepinnya. Dasar anak remaja, dilemanya banyak.
Sampai detik ini, harapan terbesarku adalah bisa kuliah double degree. Tahun pertama ambil Teknik Informatika (belum spesifik dimananya yang penting bisa belajar itu), dan tahun kedua ambil Tafsir Hadits (juga belum spesifik dimana). Itu berarti aku harus kuliah di satu kota. Kenapa sih pengen double degree? Hehehe sebenernya buat ngisi waktu aja si. Aku lebih suka waktuku dipake buat belajar apapun itu. Tapi kan teknik berat? Kamu cewek lagi! Alaah yaudah lah kalau Allah menghendaki, bisa apa? Kalau enggak ya berarti Allah belum berkenan. Hehe... Terus kenapa ambilnya berseberangan jauh gitu?
Menurut teroponganku yang sok tau ini, jaman depan pas aku dah gede, dah dewasa, IoT udah jadi hal biasa di dunia ini. Bahkan mungkin, Indonesia udah support beberapa fasilitas yang pakai kecanggihan teknologi. Nah mungkin, dengan aku mengambil jurusan Teknik Informatika (sebenernya lebih ke Sistem Informasi sih) aku bisa menjadi partisipan di dalamnya. Ya minimaaall banget kalau ga jadi partisipan ya jadi orang biasa yang ga kudet-kudet amat lah tentang beginian. Poin pertama, aku pengen jadi developer.
Terus kenapa tafsir hadits? Hehe bapakku dosen. Dosen Tafsir Hadits. Beliau pernah sharing ke aku proses pembelajaran di kampusnya. Beliau juga seorang ustadz yang gemar ngisi dimana-mana. Ya kan aku sebagai anak, anak perempuan lagi, gampang terpengaruh dengan kata-kata orangtua. Alhasil aku dapat gambaran betapa asyiknya belajar hadits. Dan, terbersit pula rasa ingin dakwah. But aku sadar, public speaking-ku kurang. Tapi aku pengen dakwah. Dan dakwah harus didasari dengan ilmu. Sedangkan hadits pun jadi salah satu pokoknya. Jadi, menurut analisaku yang sok tau ini, potensi di teknik kalo digabungkan dengan ilmu agama bisa jadi menjadi alternatif dakwah di masa yang akan datang. Aku pun merasa, mulai banyak orang-orang yang sembarangan menafsirkan suatu hal yang katanya berdasar hadits Rasulullah SAW. Yang katanya dari Qur'an surat nananina ayat sekian sekian. Nah aku seakan-akan punya tanggung jawab buat meluruskan pikiran masyarakat sesuai ajaran Islam yang benar, tafsiran yang sesuai dengan asalnya, karena mencari ilmu itu hendaknya datang ke gurunya, bukan guru yang mendatangi kita. Jadi poin keduaku adalah, dakwah harus pakai ilmu.
Terus, kenapa aku jadi lebih semangat untuk double degree? Waktu itu aku ditanya sama bapakku, kamu mau kuliah apa? Aku masih malu-malu menjawab, cuman pada akhirnya aku jawab walaupun agak nggremeng. Aku lupa gimana kejadiannya tiba-tiba bapakku jadi bercerita tentang teman-temannya yang menurut bapakku keren. Kenapa keren? Karena mereka bisa menguasai banyak ilmu. Mereka masih muda tapi pintarnya pake banget, bisa seimbang gitu di bidang keilmuan juga di keagamaan. Ternyata aku dan bapakku satu pemikiran. Bapakku justru berharap ada anaknya yang mau ngambil double degree. Ya, dan akhirnya aku bercerita keinginanku, ya yang di paragraf atasnya ini tadi. Bapakku pengen, anaknya bisa menguasai banyak ilmu, karena beliau merasa bahwa beliau tidak bisa dan terlambat untuk seperti teman-temannya itu. Kata beliau penting buat menguasai banyak pengetahuan. Bismillahirrahmanirrahiim insyaAllah ya Allah...
Sekarang, kembali ke akunya lagi. Bersedia mengorbankan segala zona nyaman (s)MA demi masa depan cerah dan mewujudkan harapan orang tua, atau membiarkan diri ini terlena dengan segala kekuasaan, kenyamanan, dan kebebasan anak remaja yang mestinya kalau ga terkontrol malah menimbulkan efek penyesalan berlarut-larut berkepanjangan. Hidup ini pilihan. Biar ga labil, perbanyak meminta agar tetap berjalan di jalan yang lurus. Sekian sekapur sirih di hulu 2019 ini. InsyaAllah istiqamah. #2019ForChanges
"Bismillahirrahmaanirrahiim.. Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbi 'ala diinik. Ihdinash shiraathal mustaqiim ya Allah. Amiin.."
Ehe.. kelewat keren kawan kecil saya ini..
BalasHapusSaya bantu amin kan yah kawan...
Amiiin :")
Kawan kecil, bukankah anda kecil juga? Kecil di mata Allah
Hapus